Top-Down Itu Masalah: Demokrasi Tidak Butuh Titah
Oleh: Dr. Yandra Doni – Ketua Bidang Politik Partai Gema Bangsa
Kalau kita bicara soal demokrasi, jangan cuma berhenti di pemilu. Demokrasi itu bukan sekadar coblosan lima tahun sekali. Demokrasi adalah ruang hidup rakyat untuk ikut menentukan arah bangsa. Tapi sayangnya, yang terjadi hari ini malah sebaliknya: rakyat disuruh milih, lalu disuruh diam.
Kenapa bisa begini?
Karena sistem politik kita masih terlalu top-down. Semua serba ditentukan dari atas. DPP partai menentukan siapa yang nyaleg, siapa yang maju pilkada, siapa yang duduk, siapa yang digeser. Pengurus bawah? Hanya disuruh jalankan. Rakyat? Cuma jadi lumbung suara.
Inilah penyakit utama demokrasi kita. Ia kehilangan rohnya karena dikunci oleh sistem yang sentralistik dan tertutup.
Demokrasi Tanpa Ruang Partisipasi Itu Kosong
Kita tidak bisa bicara demokrasi kalau rakyat hanya dijadikan objek. Demokrasi butuh ruang partisipasi yang real—bukan sekadar survei atau acara seremonial. Tapi kalau semua keputusan sudah ditentukan oleh elite di pusat, lalu untuk apa ada pengurus di daerah? Untuk apa ada kaderisasi? Untuk apa ada rakyat?
Top-down bukan cuma soal struktur. Ini soal mindset. Mindset bahwa hanya elite yang tahu segalanya, sementara yang di bawah cuma disuruh patuh. Dan ini berbahaya. Karena ketika kritik dianggap gangguan, maka yang tersisa hanyalah pujian palsu.
Gema Bangsa Tidak Mau Ulang Kesalahan Lama
Kami di Gema Bangsa sangat sadar, partai bisa jadi alat perubahan, tapi juga bisa jadi alat penindasan kalau dibiarkan jadi milik segelintir orang. Makanya, kami memilih jalan yang berbeda. Bottom-up.
Di Gema Bangsa, suara dari bawah itu bukan formalitas. DPD, DPW, bahkan DPC, semua punya ruang nyata untuk menyampaikan, menentukan, dan membentuk arah kebijakan partai. Kami percaya, perubahan itu lahir dari yang tahu langsung kondisi rakyat—bukan dari menara gading politik.
Titah Bukan Jawaban
Kita bukan kerajaan. Indonesia bukan negara yang dipimpin oleh titah satu orang. Demokrasi itu harus hidup dengan perdebatan, musyawarah, bahkan konflik yang sehat. Justru dari situlah muncul keputusan-keputusan terbaik.
Kalau semua diatur dari satu kepala, maka partai hanya jadi pabrik politik—yang menghasilkan pemimpin tanpa nurani, tanpa visi, dan tanpa koneksi ke rakyat.
Rakyat Itu Bukan Penonton
Rakyat harus terlibat. Tidak cuma saat pemilu, tapi dalam proses politik sehari-hari. Mereka harus tahu siapa yang mereka pilih, bagaimana partainya bekerja, siapa yang menentukan kebijakan, dan apa arah perjuangannya. Kalau semua ini disembunyikan, jangan salahkan rakyat kalau mereka muak dan apatis.
Gema Bangsa ingin membuka itu semua. Kita ingin rakyat bukan sekadar penonton, tapi pemilik utama panggung politik.
Demokrasi Harus Diambil Kembali
Kalau ada yang tanya, kenapa saya begitu keras bicara soal top-down, jawabannya sederhana: karena saya sayang sama demokrasi kita. Saya tidak ingin anak cucu kita hidup di negara yang hanya pura-pura demokratis. Saya ingin mereka tumbuh di bangsa yang memberi ruang bagi siapa saja untuk bersuara, menentukan, dan terlibat.
Jadi, mari kita jujur: top-down itu masalah. Dan demokrasi sejati tidak butuh titah. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk mendengarkan suara dari bawah.