
Runtuhnya Kenyamanan Politik Lama: Pemilu Terpisah dan Kebangkitan Gerakan Mandiri
Oleh Redaksi Gerakan Mandiri
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah bukan sekadar perubahan teknis dalam jadwal pemilu. Ini adalah sinyal penting bahwa kenyamanan politik lama sedang runtuh. Sistem yang selama ini dirancang seragam, sentralistik, dan elite-sentris perlahan mulai ditantang. Dan di celah inilah, Gerakan Mandiri menemukan harapan.
Selama dua dekade terakhir, politik kita telah berjalan seperti mesin besar yang dikendalikan dari pusat. Partai-partai politik tersedot ke dalam logika pemenangan yang pragmatis. Calon legislatif harus maju serentak dari pusat hingga desa, sering kali tanpa mengenal betul daerah yang mereka wakili. Rakyat hanya dilibatkan sebagai angka, bukan sebagai pemilik suara sejati.

Pemilu serentak lima kotak di tahun 2019 dan 2024 menunjukkan banyak kelemahan. Petugas kelelahan, pemilih kebingungan, dan isu-isu lokal tenggelam dalam hiruk-pikuk pilpres. Bahkan, banyak calon kepala daerah dan caleg yang ditentukan bukan karena integritas atau visi, tapi karena popularitas instan dan kekuatan modal. Kita semua melihat ini. Kita semua lelah dengan ini.
Putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah memberi peluang baru: ruang untuk membangun politik yang lebih lokal, lebih partisipatif, dan lebih mandiri. Ketika pemilu daerah tidak lagi ditumpangi oleh kepentingan nasional, maka rakyat di daerah punya kesempatan lebih besar untuk memilih pemimpin yang benar-benar mereka kenal dan percayai. Ini adalah jalan untuk menghidupkan kembali demokrasi dari bawah.
Bagi kami di Gerakan Mandiri, ini adalah panggilan. Sebab sejak awal kami percaya, perubahan sejati tidak lahir dari ruang elite, tapi dari rakyat yang sadar, berdaya, dan punya ruang untuk bersuara. Keputusan MK ini—seberapa pun kontroversialnya di kalangan politisi pusat—adalah momentum untuk mengembalikan politik kepada rakyat.
Kita tahu, ini bukan solusi ajaib. Perlu kerja panjang. Undang-undangnya harus disusun ulang. Masa transisinya harus dikawal agar tidak disalahgunakan. Tapi satu hal yang pasti: gerbang baru telah terbuka.
Kini, saatnya kita bersiap. Masyarakat sipil, komunitas akar rumput, partai-partai baru, dan siapa pun yang ingin membangun Indonesia dari pinggir—harus mengisi ruang ini. Bukan hanya dengan kritik, tapi dengan kerja nyata. Menggembleng calon pemimpin lokal, menguatkan pendidikan politik warga, dan menjaga agar demokrasi tidak dibajak lagi oleh uang dan kuasa.
Kami tidak melihat keputusan MK ini sebagai akhir dari perdebatan. Justru ini awal dari babak baru. Babak di mana rakyat punya kesempatan lebih besar untuk ikut menentukan arah. Babak di mana politik tidak lagi sekadar alat perebutan kekuasaan, tapi ruang membangun masa depan bersama.
Gerakan Mandiri hadir untuk mengawal babak ini.
Bersama siapa pun yang percaya: bahwa Indonesia hanya bisa dibangun, jika rakyatnya dipercaya. Dan setiap daerah diberi kuasa untuk menentukan jalannya sendiri.