gerakanmandiri.com

Hatta dan Ekonomi Kerakyatan: Membangun Fondasi dari Bawah

Bung Hatta, Bapak Proklamator RI

Pengantar Redaksi

GerakanMandiri.com percaya: kemandirian bangsa tidak lahir dari utang atau janji elite, melainkan dari keberanian rakyat membangun fondasi ekonomi sendiri. Bung Hatta—proklamator sekaligus “Bapak Koperasi Indonesia”—meninggalkan warisan besar berupa konsep ekonomi kerakyatan. Sebuah gagasan yang menegaskan bahwa bangsa hanya akan kuat bila rakyatnya berdaya.


Hatta dan Mimpi Ekonomi yang Berkeadilan

Mohammad Hatta bukan sekadar proklamator. Ia adalah pemikir ekonomi yang jauh melampaui zamannya. Di saat banyak negara baru merdeka masih mencari pola, Hatta sudah menekankan bahwa Indonesia tidak boleh hanya menjadi pasar bagi negara lain. Ekonomi bangsa harus bertumpu pada koperasi dan usaha rakyat, bukan monopoli modal besar.

Bagi Hatta, kedaulatan sejati bukan hanya soal politik, melainkan juga soal siapa yang menguasai pangan, produksi, dan perdagangan. Karena itu, ia menolak keras ketergantungan pada kekuatan asing.


Koperasi: Sekolah Demokrasi Ekonomi

Hatta melihat koperasi bukan sekadar wadah dagang, melainkan “sekolah demokrasi ekonomi.” Di sana rakyat belajar arti kepemilikan bersama, gotong royong, dan keadilan dalam berbagi keuntungan.

Melalui koperasi, petani bisa menentukan harga panennya sendiri, nelayan tidak lagi tergantung pada tengkulak, dan pedagang kecil punya posisi tawar. Itulah ekonomi yang berangkat dari bawah—rakyat sebagai subjek, bukan objek pembangunan.

“Koperasi bukan hanya urusan ekonomi, tapi cara membangun manusia merdeka.” – Bung Hatta


Relevansi untuk Indonesia Hari Ini

Delapan dekade berlalu, gagasan Hatta tetap terasa aktual. Krisis moneter 1998, krisis global 2008, hingga pandemi COVID-19 membuktikan: setiap kali ekonomi besar goyah, UMKM dan koperasi justru bertahan.

Namun, realitas saat ini masih paradoks. Indonesia kaya sumber daya, tetapi impor pangan terus membengkak. UMKM menopang 60% PDB, tetapi akses permodalan mereka tetap sulit. Di sinilah warisan Hatta menemukan relevansinya: ekonomi rakyat tidak boleh hanya jadi jargon, tapi benar-benar menjadi prioritas.


Integritas: Warisan Tak Ternilai

Lebih dari sekadar gagasan, Hatta memberi teladan melalui hidupnya. Ia menolak menerima gaji berlebihan sebagai pejabat, memilih hidup sederhana, bahkan pernah berjalan kaki ke pasar tanpa pengawalan. Integritas itu menegaskan bahwa kepemimpinan ekonomi harus berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan segelintir orang.


Pelajaran bagi Gerakan Mandiri

Dari Hatta, kita belajar tiga hal mendasar:

  1. Ekonomi rakyat adalah fondasi bangsa – tanpa kemandirian pangan, energi, dan produksi lokal, kedaulatan hanya ilusi.

  2. Koperasi dan UMKM adalah jalan praktis – bukan teori utopis, melainkan model yang sudah terbukti tangguh menghadapi krisis.

  3. Integritas pemimpin menentukan arah – ekonomi rakyat hanya bisa hidup bila ada keberanian politik untuk berpihak pada mereka.


Cahaya dari Masa Lalu untuk Masa Depan

Hatta tidak pernah melihat ekonomi hanya sebagai angka atau grafik. Baginya, ekonomi adalah tentang manusia: tentang martabat, keadilan, dan kebebasan rakyat untuk berdiri di atas kakinya sendiri.

Dari warung kecil di kampung hingga koperasi di desa, dari UMKM digital hingga gerakan pangan lokal—semua itu adalah warisan pemikiran Hatta yang kini menunggu untuk kita hidupkan kembali.

Karena sejatinya, bangsa yang merdeka bukan hanya yang memiliki bendera dan lagu kebangsaan, tetapi yang rakyatnya berdaulat atas pangannya, energinya, dan masa depannya.


📌 Rujukan:

  • Kompas.id – Bung Hatta, Ekonomi Rakyat, dan Masa Kini

  • Tempo.co – Hatta dan Warisan Koperasi untuk Indonesia

  • Historia.id – Integritas Bung Hatta: Sederhana dan Berdaulat

http://gerakanmandiri.com

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*
*